TENTANG KAMI

Shaggydog adalah sebuah band yang terbentuk pada Tanggal 1 Juni 1997 di Sayidan, sebuah kampung yang terletak di pinggir sungai di tengah kota Jogjakarta. Band yang beranggotakan Heru, Richard, Raymond, Bandizt, Lilik dan Yoyo' ini sepakat untuk menyebut musik yang mereka mainkan sebagai “Doggy Stylee”, yaitu perpaduan antara beberapa unsur musik seperti ska, reggae, jazz, swing dan rock. Shaggydog dipengaruhi oleh band-band seperti Cherry Poppin Daddies, Hepcat, Bob Marley, dan Long Beach Dub Allstars.

 

Album Shaggydog pertama kali dirilis pada tahun 1999 dengan judul "Shaggydog" di bawah label Doggy House. Pada tahun 2001 album kedua berjudul "Bersama" dirilis.

Masa keemasan Shaggydog dimulai pada tahun 2003, yang dimulai dari pesta tahun baru di UPN Jogjakarta di mana sekitar dua puluh ribu penggemar Shaggydog yang disebut doggies membanjiri UPN. Kemudian dilanjutkan dengan Tour 8 Kota Shaggydog yang berlangsung dari bulan Maret (Semarang, Solo, Tegal, Salatiga, Purwokerto, Pekalongan, Jogjakarta, Magelang), membuat nama Shaggydog semakin melambung.

Dengan berbekal materi yang cukup matang, Shaggydog mengajak EMI Music Indonesia untuk melakukan kolaborasi agar musik yang dihasilkan Shaggydog dapat tersebar lebih luas. Kolaborasi ini akhirnya menghasilkan album ketiga Shaggydog dengan judul "Hot Dogz".

Lagu-lagu Shaggydog tidak hanya tersebar di Indonesia, tahun 2003 sebuah perusahaan rekaman di Jepang meminta salah satu lagu Shaggydog yang berjudul "Second Girl" untuk ikut kompilasi album "Asian Ska Foundation" yang berisi band-band ska se-Asia. Amat disayangkan album ini hanya beredar di Jepang. Dengan koneksitas manajemen yang bagus Shaggydog juga disertakan dalam berbagai kompilasi band-band yang terdapat di Eropa, yang antara lain adalah kompilasi "Banana Hits" yang dirilis oleh Republik Ceko.

Dimulai dari berbagai kompilasi dengan band luar negeri dan koneksi yang terjalin dengan baik, Shaggydog mulai dikenal di dunia internasional. Hal ini ditandai dengan didapatkannya kontrak dari Festival Mundial Production untuk menjalani tour selama bulan Juni di Belanda. Pada tahun tersebut, Shaggydog tampil kurang lebih empat belas kali di delapan kota di Belanda. Di negara ini pulalah Shaggydog juga berkesempatan untuk rekaman secara live di studio Wissellord, yang notabene adalah studio rekaman yang pernah digunakan oleh band-band papan atas seperti The Police, Metallica, dan Mick Jagger.

Pada tahun 2005 Shaggydog memutuskan untuk keluar dari EMI Indonesia yang menyebabkan keterlambatan dalam merilis album baru, sebelum akhirnya bergabung dengan Pops Recs untuk album mereka yang ke empat, dan sepenuhnya diproduseri oleh Shaggydog sendiri.

Pada tahun 2006, tepatnya dari bulan Maret hingga April, Shaggydog kembali diundang Festival Mundial Production untuk tour tunggal sebelas kota di Belanda Kemudian pada tahun 2009, tepatnya di akhir bulan Agustus Shaggydog diundang untuk tampil di acara Darwin Festival.

Pada bulan Agustus 2009 Shaggydog merilis album ke lima mereka yang berjudul "Bersinar" di bawah label Fame[1]. Perjalanan panjang dan berbagai hambatan yang telah menyertai karier Shaggydog selama ini telah membulatkan tekad para personel Shaggydog untuk lebih mempertajam taring mereka di industri musik. Dengan kemampuan musikalitas yang semakin berkembang dan berbagai pengalaman tour di Eropa telah menunjukkan kalau Shaggydog tidak hanya bisa diterima oleh penikmat musik di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.

P E R S O N I L

Heru Wahyono
(Heruwa)

Lahir : 1980-04-20
Asal : Yogyakarta
Instrumen : Vocals
STORY
Heruwa, vokalis yang selalu berada di garis depan Shaggydog ini paling banyak menyumbangkan lirik untuk band yang membesarkan namanya tersebut. Musisi bernama lengkap Heru Wahyono ini lahir di Bali, 20 April 1980. Masa kecil bungsu dari lima bersaudara ini dihabiskan di Kuta bersama kedua orangtuanya. Ibunya ialah seorang koki di sebuah restoran, sedangkan ayahnya bekerja sebagai cleaning service di tempat yang sama.
Sejak kecil ia sudah akrab dengan musik, ia terbiasa mendengarkan The Rolling Stones dari orang-orang di sekitarnya. Ayahnya kerap memutar tembang-tembang milik Ebiet G Ade, Broery Pesolima, hingga Chicha Koeswoyo. Tumbuh di Pulau Dewata dengan banyaknya turis asing yang datang dan pergi, membuatnya kaya akan referensi musik. Setelah ibunya berhenti sebagai koki, lalu banting stir membuka usaha di bidang garmen yang lalu merekrut banyak anak perantauan di Bali, dimana sebagian dari mereka juga mengasuh Heru kecil. Dari sini Heru mulai akrab dengan Bob Marley dan Rolling Stones.
Lalu, salah satu kakaknya menambah referensi musik-musik yang populer kala itu, mulai Van Halen hingga demam Break Dance. Penampilan pertama Heru di depan publik ialah saat lebaran pulang kampung ke rumah kakeknya di Kendal, Jawa Tengah. Saat itu ia melakukan aksi Break Dance di depan anak-anak tetangga kakeknya.
Ketika SMP, Heru sering bermain-main di kawasan Poppies, Kuta. Di sana banyak toko dan restoran yang hampir setiap hari memutar musik dengan volume keras, repertoirnya pun beragam mulai; The Doors, UB40, Alpha Blondy, 2 Live Crew, Terror Fabulous hingga Snoop Dogg, ia mulai menikmati musik-musik tersebut, meski belum mengenal siapa yang ia dengarkan dan mengerti musiknya lebih dalam.
Namun, justru beberapa album musik yang pertama yang ia beli ialah band-band metal seperti Sepultura dan Obituary. Meski banyak ragam musik yang ditelannya, namun saat itu hanya Alpha Blondy dan Bob Marley yang nyaris setiap hari ia dengarkan.
Ketika SMA, kedua orangtuanya terpaksa berpisah dan Heru ikut bersama ibunya pindah ke Yogyakarta. Di Jogja ia sekolah di SMA Marsudi Luhur (yang kini sudah rata dengan tanah, dan akan menjadi hotel) dan berkenalan dengan Raymond, Richad, dan Bandizt. Di sekolah, Ia menjadi satu-satunya siswa berlogat Bali yang tidak mengerti bahasa Jawa. Kala itu pertengahan 90an di Jogja sedang demam musik alternatif. Raymond, yang merupakan teman sekolahnya, mengajak Heru melihat bandnya latihan di studio Lathaga untuk persiapan tampil di acara 17 Agustusan. Saat itu Raymond (gitar) memiliki band bernama Lampoe bersama Bandizt (bass) dan Aji (drum). Peristiwa yang merupakan pertama kalinya Heru main ke studio band, membuatnya memutuskannya untuk menjadi anak band. Kesempatan pun terbuka ketika Lampoe mengajaknya featuring menyanyikan lagu 'When I Come Around' milik Green Day. Panggung pertamanya adalah perayaan HUT Kemerdekaan RI di Kampung Sayidan. Tampil tanpa alas kaki dengan lutut gemetaran adalah hal yang paling diingat Heru saat itu.
Kemunculan Punk Revival di tahun 90an membuat semuanya berubah. Dari Green Day, Heru mulai mengenal Rancid. Ketika pertama mendengar 'Time Bomb', ia hanya bisa bergumam, "Musik jenis apakah ini?". Karena saat itu belum ada internet, maka Heru mulai mencari banyak referensi mulai dari majalah, hingga tongkrongan. Pengalaman sebagai anak punk juga pernah dilaluinya, mulai mengecat rambut dengan spidol warna-warni, termasuk berurusan dengan anak kampung, hingga dikejar-kejar polisi.
Perkenalannya dengan Wiro (Sentimental Mood) saat itu membuatnya mendapat banyak wawasan tentang musik Ska yang mulai digemarinya. Heru juga mendapat banyak teman dari kota lain, Malang, Bandung, dan Jakarta. Dari perkawanan tersebut mereka saling bertukar referensi. Setelah berkenalan dengan kultur Punk & Skinhead dan menjadi scenester, Heru tidak hanya mengulik referensi musiknya saja, namun juga segala tetek bengek lifestyle mulai gaya rambut, fesyen, hingga kendaraan, sebuah skuter Lambretta yang ia beli seharga dua ratus lima puluh ribu rupiah dari seorang temannya.
Saat itu Heru amat menggilai band-band semacam; Madness, The Specials, hingga Sublime. Ia juga mulai nekat belanja referensi musik dengan menggunakan 'metode penyelundupan' uang dollar, dan mengirim surat ke Moonska Records di New York, Amerika Serikat. Alhasil ia mendapat kiriman paket berupa CD, kaset video VHS, katalog dan majalah. Pernah sekali ia mengirim surat penggemar ke band hardcore New York, Warzone, namun hingga saat ini tak kunjung dibalas.
Sebagai musisi, Heru mulai belajar gitar dari buku dan tongkrongan, lagu pertama yang bisa ia mainkan adalah 'Bengawan Solo'. Saat itu anak-anak muda di Sayidan rata-rata mahir bermain gitar. Ia pun mulai menulis lagu sendiri yang ditulis dari kejadian-kejadian di sekitarnya. Salah satu lagu pertama yang ditulisnya ialah 'Kecoa' yang dirilis di album pertama Shaggydog. Lagu tersebut bercerita tentang 'penghianatan' seorang teman.
Setelah Shaggydog merekam album pertamanya dan sibuk menjalani tur ke berbagai kota, Heru memutuskan untuk menghentikan kuliahnya di MSD jurusan Desain Grafis, dan fokus di musik. Di awal karir Shaggydog ia mulai membangun jaringan dengan banyak musisi dan scenester di berbagai daerah yang dikunjunginya. Surat-surat dari penggemar pun mulai berdatangan, isinya beragam mulai pujian, cacian, hingga ada penggemar yang minta dibelikan handphone agar tidak dikucilkan di pergaulannya.
Bersama Shaggydog juga, Heru bisa mengenal dunia luar. Band ini pernah tur ke Eropa, Australia, hingga Amerika Serikat. Pertama kali Heru ke luar negeri ialah ke Belanda tahun 2004, ketika sedang berjalan di tepi sawah kawasan Nitiprayan, ia tak menyangka mendapat panggilan untuk menggelar konser ke Belanda bersama bandnya.
Kegemaran Heru mengulik referensi musik dan kegilaannya berada berjam-jam di depan komputer butut-nya membuatnya semakin menggali musik lebih dalam. Awal tahun 2000an ia mulai akrab dengan musik elektronik dan membuat manipulasi lagu dengan menggunakan synth, mixer dan mendalami genre musik Dub yang merupakan hasil 'kawin silang' dari Reggae dan Elektronik. Modal awalnya adalah sebuah instrumen synthesizer Groovebox merk Roland yang dibelinya dari Aryo, produser Teknoshit ketika Shaggydog merekam demo di studio miliknya. Hasil eksperimentasinya pun menghasilkan lagu-lagu seperti 'Love To See You Dance' dan 'Bomb Da Town' yang ia presentasikan lewat situs MySpace. Dari situ ia memulai project bernama Dubyouth dengan menggaet Andy 'Metzdub' Zulfan yang saat itu menjadi manajer Shaggydog. Menurut Heru pasar Shaggydog berbeda dengan Dubyouth yang lebih sering tampil di klub malam hingga pesta pembukaan pameran seni. Bersama Dubyouth, Heru juga sempat tur di Berlin dan Paris.
Eksperimentasi musik Heru tak hanya berhenti di sana, ia membuat proyek bernama Barokka yang merupakan campursari dangdut Pantura dengan musik modern seperti EDM dan elektronik kekinian lainnya. Barokka merupakan akronim dari 'Barisan Rocker Pantura'. Di luar Shaggydog, dan dua proyek musiknya tersebut, Heru juga kerap diajak berkolaborasi dengan berbagai musisi, mulai Pee Wee Gaskins, Superman Is Dead, Endank Soekamti, Libertaria, hingga Candra Malik.
Di luar musik, insting bisnis Heru juga tersalurkan lewat sebuah restoran bernama Warung Heru yang terletak di Jalan Prawirotaman Yogyakarta. Selain itu ia juga menjual pernak-pernik fesyen secara online lewat @heruwashop. Sedari kecil sewaktu tinggal di Bali, sebenarnya Heru hobi berselancar, namun setelah menetap di Yogyakarta dan lebih banyak mengabiskan waktu di aspal, Heru menggeser hobi tersebut ke otomotif. Sehari-hari dengan mengendarai motor besarnya, Heru mudah dijumpai di jalan-jalan kota Jogja. Lewat pernikahannya dengan Annisa Nasution pada 2015 lalu, Heru dikaruniai anak perempuan bernama Atha Widya Senandung Wahyono.
Heru adalah sosok musisi yang memulai segalanya dari bawah, ia tidak pernah bermimpi bisa bermusik, menelurkan banyak album, menulis lagu-lagu yang populer di telinga masyarakat, hingga menjalani konser ke berbagai negara. Ambisinya saat mengawali karir bermusiknya cukup sederhana, bisa tampil di Stadion Kridosono Yogyakarta.
GEAR
Sennheiser SKM 300 - 835 G3
Microphone

RAYMONDUS ANTON
(RAYMOND)

Lahir : 1978-11-09
Asal : Yogyakarta
Instrumen : Lead Guitar
STORY
Di antara personel Shaggydog lainnya,
Raymond lah yang paling ‘sporty’. Bagi Ayah dari Yael Bramantoro hasil
pernikahannya dari Sabine Spijker 2015 lalu ini, berolahraga ialah hobi dan kesenangan
selain bermusik. Hingga kini gitaris bernama lengkap Raymondus Anton Bramantoro
ini masih rutin bermain futsal. Hampir setiap Rabu malam, Raymond bermain
futsal dengan kawannya yang juga sesama musisi di Jogja. Sesekali ia juga aktif
bermain skateboard. Hobinya pada olahraga papan luncur ini tidak sekedar
main-main. Sewaktu SMA, Raymond pernah mengikuti kompetisi skateboard se-Asia
Tenggara di Surabaya. Ia juga pernah meraih juara 3 skateboard di acara Planet
Surf yang digelar di Mandala Krida, Yogyakarta. Hobi skateboard ini pulalah
yang suatu kali menyebabkan tangannya patah, dan tidak bisa ikut di salah satu
show Shaggydog.

Musisi kelahiran Yogyakarta, 9
November 1978 ini merupakan bungsu dari empat bersaudara. Masa kecil Raymond
dihabiskan di selatan kawasan terminal Umbulharjo (kini XT Square) Yogyakarta.
Ia dibesarkan oleh keluarga yang sederhana. Ayahnya, Leonardus Soetopo
merupakan karyawan Bank Indonesia, dan ibunya, Mamik Laminem ialah seorang Ibu
Rumah Tangga. Darah musik ia dapatkan dari Kakek dan Neneknya yang kerap
bermain musik keroncong. Di rumah, keluarganya juga gemar bermain musik. Semua
saudaranya bisa memainkan instrumen musik, Ayahnya bermain gitar, dan ibunya
menyanyi. Setiap baru gajian, Ayahnya selalu mengajak Raymond ke toko kaset dan
membeli album-album favorit. Koleksi keluarganya beragam, mulai Nat King Cole,
Ermy Kulit, hingga Lilies Suryani.

Masa kecil Raymond dengan keluarganya
sangat harmonis, tak jarang sehari-hari banyak anak muda yang datang ke
rumahnya untuk belajar gitar, maupun sekedar meminta tolong ke ayahnya untuk
menyetem gitar.

Tahun 2009 Ayahnya meninggal dunia,
selang beberapa bulan sang ibunda menyusul kembali ke hadiratNya. Untuk
mengenang keduanya, Raymond yang kini gemar mengoleksi vinyl, rajin berburu
album-album musik yang menjadi favorit kedua orangtuanya.

Kaset yang pertama dibeli Raymond
ialah album ‘Black’ milik Metallica, saat itu ia masih duduk di bangku SMP. Di
saat bersamaan ia mulai belajar gitar dari kakaknya, Alexander. Meski ia masih
sulit untuk memegang kord gitar, namun karena melihat kakaknya yang sudah
mahir, kemauannya belajar gitar semakin tertantang. Sewaktu SMP pula ia pertama
membentuk band bersama teman-teman SD-nya, band yang bernama ‘Jibres’ tersebut
namanya datang begitu saja dari spontanitas. Setiap hari minggu mereka menyewa
studio musik, dan latihan sepuasnya.

Ketika SMA, bersama teman sekolahnya,
Heru (vokalis Shaggydog), ia sering main ke Sayidan. Di sana ia berkenalan
dengan Bandizt (bassist Shaggydog) dan membentuk band bernama Lampoe. Saat itu
band favoritnya ialah Pearl Jam dan Collective Soul, sedangkan lagu favoritnya
ialah ‘Sampah’ milik Netral. Ketika era Punk mewabah, mereka pun banting stir,
mulai bergonta-ganti warna rambut, dan memainkan Rancid, lalu membentuk
Shaggydog. Setelah lulus SMA, Raymond memilih untuk tidak melanjutkan ke bangku
kuliah, dan ketika jadwal Shaggydog sudah mulai padat, ia memutuskan untuk
fokus di dunia musik.

Di Shaggydog, Raymond mengaku yang
paling rewel untuk urusan musik. Jika ada sesuatu yang mengganggu telinga, maka
lagu tersebut langsung ia aransemen ulang. Ia juga yang bertanggung jawab atas
nada-nada di lagu-lagu seperti ‘Kembali Berdansa’, dan ‘Tonight’. Biasanya ia
menyerahkan beberapa aransemen musik yang kemudian disempurnakan bersama oleh
personel lainnya. Menurutnya antar personel Shaggydog ada ‘chemistry’ yang
sangat kuat, biasanya hanya dengan kontak mata, musik akan langsung mengalir.
Meski terkadang ada perdebatan dan perbedaan pendapat antar personel, hingga
tak jarang suasana jadi memanas, namun hal tersebut bisa diselesaikan pada hari
itu juga. “Para personel Shaggydog itu saling pengertian dan saling
menghromati,” ujar Raymond.

Bagi Raymond bermain musik itu
‘bebas’, tanpa beban sebagaimana yang ia lakukan bersama Shaggydog. “Namanya
juga main musik,” tegasnya.

Kecintaan Raymond pada musik metal
pun tidak ditinggalkan begitu saja, beberapa kali ia tampil dengan distorsi
gitarnya bersama band hardcore kawakan asal Jogja, Something Wrong.

Saat ini menurut Raymod, citra
Shaggydog sudah terbentuk apa adanya. Meski banyak membuat ‘gimmick’ namun
untuk urusan musik, band ini sudah tahu arahnya akan kemana, karena ada benang
merahnya: Jamaican Music. (*)

GEAR
Guitar
fender Jaguar
fender telecaster

Ampli
marshall jcm 900

Efect
MXR GT-OD (Jim     Dunlop)
caveman overdrive (oddfellow)
DC10 Ciok
MXR ten band EQ (Jim dunlop)
TU-2 (Boss)
OD-808 (Maxon)
DOD envelope filter 440 (Digitech)
Nova Delay (TC electronic)
RV-5 (Boss)

Line 6 relay G-50 Digital Wireless

ODYSSEY SANCO
(BANDIZT)

Lahir : 1973-10-09
Asal : Yogyakarta
Instrumen : Bass
STORY
Masa kecil Bandizt sering berpindah-pindah dari satu kota ke kota lainnya. Pembetot bass Shaggydog ini
pernah tinggal di Jakarta, Yogyakarta, dan Kalimantan. Namun setelah kedua orangtuanya
memutuskan untuk berpisah, sejak kelas 4 SD pemilik nama lengkap Aloysius
Odissey Sancho ini tinggal bersama neneknya di Sayidan, Yogyakarta. Sewaktu
SMP, Bandizt terbawa arus teman sepermainannya dan menjadi anggota genk pemuda
lokal. Karena menjadi yang paling muda, ia kerap disuruh-suruh untuk mencari
dan membeli minuman keras. Saat itu Bandizt juga aktif berolahraga dan masuk
klub sepakbola GAMA yang rutin latihan di kampus UGM. Namun sayangnya sehari
sebelum mendaftarkan diri ikut PSIM junior, ia terjatuh dari bis kota yang
mengantarnya usai latihan dari UGM ke rumahnya di Sayidan. Hal tersebut
membuatnya cidera kaki dan tidak lagi melanjutkan kegiatannya tersebut.

Semasa sekolah Bandizt sering
nongkrong di berbagai tempat, bahkan kerap tidak pulang ke rumah setiap malam
minggu. Meski begitu neneknya cukup galak dan sering memarahi polah tingkahnya.
Di akhir 90-an, karena tidak mendapat uang jajan lebih untuk nongkrong, ia
sempat menjadi loper koran. Bandizt sempat mengecap bangku kuliah selama lima
semester di STIE YKPN angkatan 94. Namun karena lebih fokus bermusik bersama
Shaggydog, ia tidak melanjutkan pendidikan formalnya.

Musisi yang kerap disapa ‘Pakde’ oleh
rekan-rekannya ini merupakan kakak angkatan dari Raymond, Heru, dan sepupunya Richad
di SMA Marsudi Luhur. Ketika era Punk mewabah, teman-temannya termasuk tiga
personel Shaggydog itu sering main ke rumah Bandizt untuk gonta-ganti warna
rambut, kebetulan saat itu ibunya membuka usaha salon. Sewaktu SMA bersama
Raymond, dan Aji, ia mendirikan band bernama Lampoe. Karena kewalahan mengisi
bass dan vokal, band ini mengajak Heru sebagai vokalis, dan tak lama kemudian
Richad bergabung sebagai gitaris. Setelah menyaksikan film klasik hitam putih
berjudul ‘The Shaggy Dog’, atas kesepakatan rekan-rekannnya, dia mengubah nama
Lampoe menjadi Shaggydog. Saat ini selain menjadi juru bicara bandnya, Bandizt
juga menjadi Direktur PT Putra Bersinar Bersama, perusahan yang menaungi divisi
bisnis Shaggydog.

Setelah peristiwa erupsi Merapi 2010,
dan banyak melihat banyak satwa yang bernasib kurang baik, Bandizt melakukan
misi ‘rescue’ terutama untuk anjing-anjing terlantar. Bersama istrinya Dessy
Zahara Angelina dan enam rekannya, Bandizt mendirikan Animal Friends Jogja
(AFJ) sebagai wujud kepeduliannya
terhadap banyaknya kasus kekerasan terhadap satwa. Kegiatan yang dilakukan oleh
AFJ ini antara lain adalah melakukan kontrol populasi dengan cara mengambil
kucing atau anjing liar untuk disteril agar tidak beranak pinak. Selain itu
juga ada kunjungan ke sekolah-sekolah untuk memberikan edukasi tentang cara
memperlakukan satwa dengan benar. Mereka juga kerap melakukan aksi dan beragam
kampanye seperti, ‘Dogs Are Not Food’, menolak pertunjukan sirkus lumba-lumba,
dan lainnya. AFJ juga memiliki rumah singgah bagi satwa terlantar sebanyak
lebih kurang 30 ekor anjing dan 60 ekor kucing.

Sejak menjadi aktivis pecinta satwa dan
banyak belajar tentang hidup sehat, Bandizt memutuskan untuk menjadi seorang
vegan yang tidak mengonsumsi produk apapun dari bahan hewani. Baginya selain
bisa lebih dekat dengan alam dan satwa, dengan menjadi vegan juga lebih bisa
menghargai hidup. Program-program AFJ ini juga sejalan dengan rekan-rekannya di
Shaggydog, karenanya setiap kampanye, AFJ pasti didukung oleh Shaggydog. Selain
itu untuk membantu kegiatan AFJ, Bandizt juga membangun ‘Omah Jegok’ sebuah
guesthouse yang selalu ramai, baik oleh tamu domestik maupun mancanegara. 20%
dari pemasukan Omah Jegok dialokasikan untuk kegiatan AFJ. Saat ini ia juga
mulai belajar membudidayakan jamur tiram di belakang halaman rumahnya.

Tidak hanya itu, Bandizt
juga mendirikan restoran bernama Simple Plan Vegan Kitchen yang terletak di
Jalan Prawirotaman. Lewat restoran tersebut ia ingin mengajak masyarakat
mencoba makan makanan sehat tanpa daging dan unsur hewani lainnya. Keinginan
Bandizt ke depannya adalah ingin AFJ bubar, yang berarti masalah kesejahteraan
satwa sudah selesai.
GEAR
Bass precision fender, Jazz bass fender

Ampli:

Ampeg AVT210AV bass speaker cabinet
stack

peave TKO 115

DI box radial J48

Boss Bass equalizerBoss Bass chorus

RICHAD BERNADO
(RICHAD)

Lahir : 1977-04-02
Asal : Yogyakarta
Instrumen : Guitar
STORY
Sebagai gitaris, kontribusi Richad di
Shaggydog sangat besar. Bersama rekan-rekannya ia menulis beberapa lagu hits untuk band ini seperti, 'Hey
Cantik', dan 'Anjing Kintamani'. Pria bernama lengkap Richad Bernado ini lahir
di Yogyakarta, 2 April 1977. Ia lahir dan besar di Kampung Sayidan, saat itu
ayahnya yang akrab dengan panggilan Pakde Santo bekerja di pabrik tembakau.
Sewaktu Richad kecil, ayahnya aktif bermain musik keroncong dan dangdut. Namun
kini, lelaki yang menghiasi sampul album 'Putra Nusantara' tersebut banting
stir ke musik blues. Sedangkan ibunya bekerja di toko Sony Cassettes &
Video di bilangan Pakualaman. Tak jarang ibunya membawa pulang kaset-kaset pop
barat seperti Bee Gees dan ABBA. Namun yang disukai Richad saat itu adalah
Daniel Sahuleka. Dari ayah dan ibunya inilah darah musik Richad tumbuh,
mengalir, dan berkembang.

Sejak kecil Richad akrab dengan
saudara-saudara sepupunya, termasuk Bandizt (bassist Shaggydog). Hobi mereka
ialah berolahraga seperti, kasti, basket, hingga sepakbola. "Saat itu di
Jogja masih banyak lapangan untuk bermain," kata Richard mengingat masa
kecilnya.

Richad mulai bermain gitar setelah
berkenalan dengan seseorang bernama Amir, mahasiswa asal Brebes yang kost di
rumah neneknya. Saat itu, Richad yang masih sekolah di SMP Bopkri 1 ini diharuskan
menghafalkan tiga kord gitar setiap harinya. Menurut Richad, pelajaran yang
diberikan Amir seperti di tempat kursus gitar. Ia juga belajar banyak lagu,
mulai yang sederhana, hingga pop kreatif macam Kla Project yang populer saat
itu. Namun Richad lebih suka belajar yang mudah-mudah, ia pun terus belajar
gitar secara otodidak.

Ketika SMA kelas tiga ia mulai
berkenalan dengan Heru dan Raymond yang merupakan satu almamater di SMA Marsudi
Luhur. Mereka kerap nongkrong di Sayidan dan melakukan banyak hal konyol
bersama. Namun sebelum diajak bergabung sebagai gitaris di band yang digawangi
Heru, Raymond, dan Bandizt, Richard sudah bermain band bersama kawan-kawannya.
Saat itu ia bermain bass dan meng-cover lagu-lagu rock milik Mr Big dan Bon
Jovi.

ketika era Punk mewabahi anak muda di
Yogyakarta, Richad pun terkena imbasnya. Banyak cerita menarik yang dialaminya
pada era tersebut. Suatu ketika genk-nya Richad bermasalah dengan kelompok punk
lain di Jogja. Saat itu ia sempat di sandera di kawasan Mandala Krida, namun
untungnya tidak terjadi apa-apa. Masalah pun cepat terselesaikan. Bahkan hingga
sekarang ia berkawan akrab dengan kelompok yang pernah menyanderanya tersebut.

Dalam membuat lagu untuk Shaggydog,
fans berat Bob Dylan ini mengaku terinspirasi dari musik-musik yang ia dengar,
lalu mengembangkannya hingga menjadi lagu baru yang menarik. Di balik
kesuksesan Shaggydog, Richad mengaku kadang merasa malu jika bertemu banyak orang
dan dikerubuti penggemar, terutama jika dengan berjalan sendirian. Sejak dulu
Richad dikenal sebagai sosok yang tidak pilih-pilih teman, semua orang dari
berbagai kalangan bisa akrab dengan bapak satu anak ini.

Sebagai gitaris tentunya Richad
memiliki banyak koleksi gitar dari berbagai merk ternama seperti Gibson dan
Fender, namun saat ini gitar yang ia gunakan ialah Radix, sebuah gitar kustom
buatan lokal. Selain bangga menggunakan gitar buatan lokal, menurutnya Radix
tahu bagaimana sound yang benar-benar
cocok untuknya.

Di luar kesibukannya bersama
Shaggydog, Richad sangat hobi dengan vespa. Tahun 2009, ia sempat bergabung
dengan klub vespa bernama 'Tim Sakit'. Ia menyukai kebebasan ketika mengendarai
Vespa Super 1964 berwarna merah miliknya yang diberi nama 'Cherry Drop'.
Gitaris yang gemar menonton film ini juga mengoleksi banyak vinyl, terutama tembang-tembang klasik
dari band-band Punk, Rockabilly, dan Reggae. Ia amat menyukai lagu-lagu milik
Tom Waits dan Johnny Cash.

Di sisi bisnis, Richad sempat memiliki sebuah
clothing bernama Dollardance, namun setelah lama tidak aktif, kini ia membuat
brand baru yang diberi nama 'Doggies Army'. Ke depannya, ia ingin agar
Shaggydog dapat lebih kaya akan warna musik. Hal tersebut juga untuk mengajak
pendengar dan penggemarnya mau belajar menerima banyak ragam warna musik. 
GEAR
Guitar:-fender telecaster

-Radix

Amp:-Marshall Vintage-Modern

Efect:-Cry Baby Model

-GCB-95.

-Boss Digital Delay DD-3-Boss Super Overdrive SD-1-Boss Blues Drive BD-2-Boss Equalizer GE-7

-Perception wireless 45 (AKG)
SATRIA HENDRAWAN
(YOYO)

Lahir : 1980-04-21
Asal : Yogyakarta
Instrumen : Drums
STORY

Masa kecil Yoyok dihabiskan di kawasan
pinggir Kali Code. Saat itu ia tinggal di Selatan Jembatan Kewek Jalan Mataram
Yogyakarta. Setiap hujan datang, ia selalu ‘Ngeli’ dengan kawan-kawannya.
‘Ngeli’ ialah permainan menyusuri arus kali, tak jarang ia juga ‘nyebur’
mengikuti arus kali hingga depan rumahnya. Keluarga besarnya merintis usaha
barang antik seperti; lukisan, wayang, dan sebagainya. Ayahnya ialah seorang
pengrajin kulit yang membuat barang-barang seperti; tas, dan sabuk. Namun
setelah Ayahnya meninggal dunia pada tahun 2000 silam, sebagai anak
satu-satunya, Yoyok tidak melanjutkan usaha tersebut. Ia lebih memutuskan untuk
hidup di dunia musik.

Sebelum bergabung bersama Shaggydog,
Yoyok adalah drummer Brutal Corpse, band Jogja yang mengusung genre ‘Brutal
Death Metal’. Jejaknya di dunia musik dimulai sejak ia belajar drum secara
privat di sebuah studio lokal. Saat itu musisi kelahiran Yogyakarta, 21 April
1980 ini masih duduk di bangku SMP. Karena alasan jarak yang jauh, dan ia harus
mengayuh sepeda dari rumahnya di kawasan Jalan Mataram menuju daerah Ngasem,
Kraton, maka Yoyok memutuskan berhenti les drum. Setelah SMA, minatnya pada
alat musik tabuh ini seakan tak bisa dibendung, pria bernama lengkap Yustinus
Satria Hendrawan ini pun akhirnya kembali belajar drum secara privat di Jalan Suryodiningratan.
Gurunya saat itu adalah teman bapaknya, seorang mahasiswa ISI Yogyakarta
jurusan perkusi.

Saat itu Yoyok mengajak teman-teman
sekolahnya di SMA Bopkri 2 untuk membuat band sendiri yang memainkan repertoir
album "¾" milik Gigi. Ketika seorang kakak kelasnya bergabung
menggantikan gitaris sebelumnya yang kurang serius bermain band, referensi
mereka pun bergeser ke alternative rock, band rujukannya ialah Pearl Jam, band
ini tercatat hanya sekali tampil di acara lustrum sekolah mereka.

Ketika SMA, Yoyok menggemari musik
Black Metal setelah menyaksikan penampilan band lokal, Legion Lost yang
kemudian berubah nama menjadi ‘Mistis’. Ia juga sering nongkrong di Kotamas,
kawasan Malioboro yang menjadi basis tongkrongan skena metal Jogja yang
bernaung dibawah komunitas Jogja Corpse Grinder.

Setelah berkenalan dengan Jordan dan
Enrico (keduanya sudah meninggal), Yoyok sering nongkrong di Studio Lexrost,
yang saat itu menjadi basis band-band Hardcore. Bersama Jordan, Anto, dan Michael,
Yoyok membentuk band bernama Scumbag, yang mengusung New School Hardcore
seperti, Sick Of It All dan Gorilla Biscuits. Saat itu Anto juga merupakan
personel dari Brutal Corpse yang lebih sering manggung berbagai di gigs. Yoyok diperbantukan sebagai kru
band tersebut. Setelah drummer sebelumnya dipecat karena alasan kedisiplinan,
Yoyok didaulat sebagai drummer utama Brutal Corpse, dan turut membidani album ‘In
Your Anus My Penis Curses’ (1998).

Perkenalannya dengan para personel Shaggydog
bermula ketika Brutal Corpse dan Shaggydog merilis album ‘Yogyakarta United
Underground (1998)’, album kompilasi yang berisi band-band bawah tanah
Yogyakarta dari berbagai genre. Di era itu, Yoyok belum pernah mengenal genre
Ska, Ia justru mendapat banyak info tentang subkultur ini dari Soetik
(Something Wrong) yang saat itu bekerja di Studio Lathaga. Pada suatu sore
ketika sedang nongkrong di Jalan Kaliurang, ia ngobrol dengan Richad dan saling
menanyakan kabar band masing-masing. Richad bercerita bahwa saat itu posisi
drummer Shaggydog sedang kosong, dan Yoyok menawarkan diri untuk membantu di
posisi drums.

Sejak saat itu ia sering nongkrong di
Sayidan, dan dipinjami belasan kaset oleh Bandizt. Kaset-kaset seperti; The
Specials, Operation Ivy, Bad Manners, Madness, dan sebagainya tersebut ia ‘bajak’
di ‘double  cassettes tape deck’
miliknya. Di rumah, lagu-lagu referensi tersebut langsung dikuliknya. Sejak
saat itu Yoyok sering membantu mengisi drum untuk Shaggydog yang sedang
ditinggal Aji, drummer mereka. Tak jarang Brutal Corpse dan Shaggydog tampil di
panggung yang sama. Suatu ketika setelah tampil bareng Brutal Copse, Yoyok
manggung bersama Shaggydog tanpa sempat berganti kostum. Hal tersebut sempat
jadi gunjingan di skena underground Yogyakarta, namun bagi Yoyok “Anjing
Menggonggong, Kafilah berlalu”, ia tetap cuek dan asik di balik drum setnya.

Shaggydog kemudian mendaulat Yoyok sebagai
drummer resmi mereka, yang akhirnya membuat Yoyok meninggalkan Brutal Corpse.
Keputusannya untuk memilih bermusik bersama Shaggydog karena musik Ska baginya
jauh lebih menantang. Ia yang terbiasa main drum dengan tempo yang cepat,
kencang, dan keras, harus belajar lebih groovy.

Yoyok sempat dua kali mendaftar
kuliah di jurusan perkusi ISI Yogyakarta, namun gagal. Akhirnya karena dipaksa
dan dibiayai tantenya, ia melanjutkan kuliah di jurusan Hukum Universitas Atma
Jaya Yogyakarta. Karena jadwal Shaggydog cukup padat, ia seringkali bolos
kuliah, hingga tepaksa di DO setelah menjalani kuliah selama dua semester.

Sekitar tahun 2005, tren musik Ska
mulai menurun yang berakibat jadwal manggung Shaggydog yang berkurang. Yoyok
mulai sering nongkrong di Studio Alamanda. Di sana ia berkenalan dengan banyak
musisi dan membantu di beberapa proyek musik, di antaranya mengisi drum untuk
album solo Pongky dan Icha (keduanya ex-Jikustik), Ia juga pernah membentuk
band bersama Dory Soekamti yang memainkan Pop Punk seperti; Blink 182 dan Sum
41. Dengan modal mampu membaca not, Yoyok juga menjadi pengajar drum semi
formal di studio Alamanda. Murid-muridnya saat itu di antaranya; Adit (Kyai
Kanjeng), Ari Hamzah (Fun As Thirty/ eks Endank Soekamti) dan Tony Sapuro (Bre/
Endank Soekamti). Ketika jadwal Shaggydog kembali padat, satu persatu muridnya
pindah ke guru yang lain.

Setelah Memet berhenti sebagai
manajer Shaggydog, Yoyok berinisiatif untuk menjadi booking agent untuk bandnya.
Namun karena kesibukan lain, pekerjaan tersebut diestafetkan ke Bandizt. Saat
ini selain menggebuk drum, Yoyok mengurus segala administrasi dan perihal legal
formal lainnya seperti pajak, dan pembukuan.

Selain bermain drum, nyaris tak ada
hobi lain dari Yoyok, meski sering terlihat membawa kamera Fuji Mirrorless
kemana-mana, namun belum tentu ada foto yang dihasilkannya. Kesukaan lainnya
adalah membaca buku, ada satu buku yang sudah berkali-kali ia baca tanpa rasa
bosan, yakni ‘Bertuhan Tanpa Agama’ karya Bertrand Russell.

Dari pernikahannya dengan Magdalena Farida Elisa
pada 2007, Yoyok dikaruniai anak lelaki Aquila Mahesa Hendrawan, dan putri
bernama Mahasara Adimba Hendrawan. Baginya “Mati Urip, Nge Drum!”.
GEAR

Drums Custom Maple

Kick 20x20

Octoban 6x5

Tom 12x5.5

Floor 16x14

Snare OCDP 14x5.5 Maple

Snare Ludwig Black Beauty 14x5 Brass
on Brass

Snare SMDC Brass 14x5

Cymbal

Paiste Signature Combo Crisp Hihat 12inc

Paiste Signature Dark Crisp Hihat
13inc

Paiste 2002 Crash 18inc

Paiste Signature Power Crash 18inc

Paiste Signature Blue Bell Ride 22inc

Zildjian K Crash Ride 20inc

Paiste Alpha Medium Swiss Crash 18inc

Paiste Signature Splash 8inc

Paiste 2002 Accent Cymbal 6inc

LILIK SUGIYARTO
(UMBEL)

Lahir : 1978-09-23
Asal : Yogyakarta
Instrumen : Keyboard
STORY
Lilik adalah satu-satunya personel Shaggydog yang mengecap pendidikan musik secara formal. Darah musiknya sudah diasah sejak kecil. Ayahnya, Supardi, ialah pembuat alat musik yang juga pimpinan kelompok musik keroncong. Sedangkan ibunya, Sutinah adalah seorang penyanyi keroncong. Sejak SD, kibordis Shaggydog ini sudah menguasai semua instrumen musik keroncong. Pada waktu duduk di bangku SMP, musisi bernama lengkap Lilik Sugiyarto ini belajar biola di Kusbini, tempat kursus yang dikelola oleh keluarga musisi yang menciptakan lagu-lagu perjuangan tersebut. Kala itu pemuda asli Sorosutan Yogyakarta ini diajar langsung oleh Mas Doso, putra Kusbini. Musisi kelahiran Yogyakarta, 23 September 1978 ini juga terlibat di orkes keroncong Puspa Jelita pimpinan ayahnya.

Tahun 1995 Lilik melanjutkan pendidikan musiknya di jurusan biola Sekolah Menengah Musik (SMM) Yogyakarta. Saat itu ia mulai tertarik memainkan piano. Orkes keroncong Puspa Jelita pimpinan ayahnya kemudian berkembang menjadi kelompok campursari, kelompok musik ini beranggotakan Lilik dan keluarga besarnya. Di kelompok campursari tersebut Lilik mendapat posisi sebagai pemain kibor. Ketika bendera Shaggydog sudah berkibar dan memiliki jadwal yang padat, Lilik tetap aktif menjalani aktifitas musikalnya bersama kelompok musik Puspa Jelita. Bahkan ia terlibat di dua album mereka yang berjudul ‘Keroncong Aseli’ (1997), dan album campursari ‘Gudeg Ayu’ (1998).

Lagu-lagu Puspa Jelita hingga kini masih sering diputar di radio-radio lokal. Kedua album tersebut direkam di Studio Retjobuntung Yogyakarta dan diproduseri oleh Ahonk, seorang cukong asal Semarang. Namun sayangnya, hingga kini Lilik tidak memiliki album fisik dari karya-karyanya tersebut. Hal yang
disayangkannya lagi ialah setelah peristiwa gempa 2006, banyak alat musik campursari milik grupnya yang rusak dan berhancuran.

Meski saat ini Puspa Jelita tidak terlalu aktif pentas, namun Lilik dan keluarganya masih sering bermain musik bersama. Namun begitu orkes keroncong mereka sesekali masih tampil di berbagai hajatan, mulai festival budaya hingga acara resepsi perkawinan. Tak jarang Lilik juga menjadi pemain elekton yang memeriahkan pesta-pesta perkawinan.

Sewaktu kecil, Lilik aktif bermain sepakbola dan bergabung dengan klub PS Mas yang rutin latihan di lapangan Minggiran. Berada di posisi sayap, Lilik sempat menjadi pemain inti untuk turnamen U-16 PSIM Yogyakarta. Namun setelah sekolah di SMM, ia tidak melanjutkan aktifitas olahraganya karena takut cidera dan tidak bisa bermain musik.

Semasa sekolah, Lilik sempat menjadi kru Meto, band pop progresif para siswa SMM yang selalu menjadi jawara di berbagai festival musik. Saat itu subkultur Punk sudah mewabah anak muda Jogja, meski tertarik namun Lilik tidak pernah ikut-ikutan bergaya punk, selain takut dimarahi guru, jiwanya saat itu masih kuat dengan musik klasik.

Persinggungan Lilik dengan personel Shaggydog dimulai sejak ia dikenalkan dengan Raymond oleh tetangganya. Hampir setiap sore, usai jam belajar di sekolahnya, Lilik menyempatkan diri nongkrong
di SMA Marsudi Luhur, tempat Raymond dan Heru sekolah. Karena belajar di sekolah musik, Raymond mengajak Lilik untuk bergabung dengan Shaggydog. Saat itu Lilik belum pernah mendengar musik Ska, baginya musik asal Jamaika itu aneh dan lucu. Ia seperti mendengarkan musik-musik di pertunjukan sirkus, atau musik latar untuk film komedi. Beberapa materi langsung dikuliknya, ia bahkan menawarkan untuk mengajak tiga teman sekolahnya dari jurusan alat musik tiup SMM untuk bergabung.

Selepas sekolah di SMM, Lilik melanjutkan kuliah di jurusan etnomusikologi ISI Yogyakarta, namun karena
sibuknya jawal Shaggydog saat itu dan ia merasa salah mengambil jurusan, ia tidak melanjutkan kuliahnya hingga mendapat surat DO dari kampus. Setelah menjalani perkuliahan, ia menyadari bahwa di jurusan tersebut tidak menjadikan mahasiswanya sebagai musisi, namun menjadi peneliti (etnomusikolog), akhirnya ia memutuskan untuk fokus nge-band.

Peran Lilik di era awal Shaggydog ialah membuat aransemen brass section dan menyempurnakan materi-materi mentahan dari rekan-rekannya. Ia juga turut menyumbang lagu; ‘Doggy Doggy’, dan ‘Damai Sejahtera’ ialah lagu yang diciptakan oleh Lilik, baik musik dan liriknya. Karena menguasai ragam
instrument keroncong, Lilik juga memberikan warna khusus bagi Shaggydog. Hal inilah yang membedakan corak musik Shaggydog dengan band ska lainnya.

Lilik juga memiliki banyak kesibukan lain selain bermusik. Ia kerap menjadi makelar untuk rumah limasan dan joglo. Jika ada yang berminat mencari limasan dan joglo, ia langsung mengantarkan calon pembeli
tersebut ke lokasi. Ia juga memiliki usaha batik dan mengelola warung makan pecel lele bersama istrinya Meta Kusmiati. Dari perkawinannya, Lilik memiliki dua anak Muhammad Naufal Sugiyarto dan Zafira Husna Sugiyarto. Kini selain ingin menjadikan kampungnya di Plumpungrejo sebagai kampung wisata, Lilik juga
berencana untuk membuka restoran yang menyajikan makanan khas Palembang seperti; tekwan, ikan pindang, tempoyak, dan sebagainya.
GEAR
-Hammond Xk 1c
-Yamaha MOX 6
-Pedal sustain
-Amply : Rolland KC 550: peavey 300 kb